Damit sebagai Daerah Tangkapan Air yang memiliki Potensi dan Daya Dukung Alam yang Tinggi yang dapat Dimanfaatkan Organisme di Sekitarnya

>> Monday 22 June 2009

Nama : Hasnawiyah Qudsi

NIM : J1C106022

Mata Kuliah : Pengetahuan Lingkungan Lahan Basah

Dosen Mata Kuliah : Drs. Krisdianto, M.Sc


Damit adalah suatu desa yang terletak di salah satu dut rangkaian Pegunungan Meratus, wilayahnya terletak di dataran tinggi yang hampir seluruhnya tertutup padang ilalang dan hutan-hutan kecil. Damit merupakan salah satu daerah tangkapan air yang sangat penting yang terletak di kawasan selatan pulau Kalimantan. Kawasan ini merupakan contoh dimana hutan telah rusak dan intervensi manusia harus dilakukan untuk mendapatkan air. Di bendungan inilah beberapa anak sungai kecil dan air hujan ditampung untuk keperluan pertanian dan perikanan.

Namun demikian flora dan fauna di kawasan ini menunjukkan kemungkinan adanya degradasi lingkungan dalam skala yang luas di sana. Selain itu kawasan ini juga menjadi mendapatkan tekanan dari berbagai aktivitas kehidupajn manusia. Masyarakat hidup dari bertani, membudidayakan ikan, berkebun dan lain-lain aktivitasnya. Sehingga mereka dapat berperan dalam kegiatan ekonomi, hukum, pemerintahan, dan kemasyarakatan lainnya. Banyak sekali indikator yang dapat digunakan untuk menilai peran masyarakat yang hidup di kawasan rawa ini.


Gambar 2. Daerah Tangkapan Air (DAT) Danau Buatan Desa Damit


Dari observasi yang telah saya lakukan bersama teman-teman langsung ke desa Damit, di rawa tersebut dapat dilihat bahwa daerah tersebut tergolong ke dalam daerah yang sering mengalami kekeringan, topografi daerah tersebut terbilang bergelombang dengan jenis tanah kebanyakan bertekstur liat beragregat. Dari hasil observasi keliling kami terlihat banyak sekali tanaman pertanian dan perkebunan yang di tanam oleh warga sekitar, ada yang merupakan usaha sendiri ataupun sebagai buruh upahan yang bekerjasama dengan suatu badan, balai ataupun suatu yayasan. Tanaman perkebunan yang ditanam seperti karet (Ficus elastica), sedangkan untuk tanaman pertanian seperti kangkung, singkong, mentimun, ubi jalar dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil pengamatan di daerah Damit diperoleh pH mencapai 6,5-8 hal menandakan bahwa dikawasan Damit bersifat basa, kelembabannya 60% dan flow meternya dalam waktu 5 menit berkisar 2324-3093.

Bendungan yang mengaliri persawahan dan sungai mengalami penguapan menjadi uap gas akibat adanya panas matahari. Setelah itu terjadinya kondensasi, uap tersebut ada yang langsung membentuk awan di atas permukaan daratan dan sekitarnya. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah aliran sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan di sekitar DAS menuju laut. Air yang ada di laut kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air selanjutnya akan turun (presipitasi) dalam bentuk hujan. Pasokan air di daerah ini sangat minim sehingga masyarakat disekitar dan pemerintah daerah membuat DAM untuk mencukupi pasokan air guna memenuhi kebutuhan masyarakat seperti bertani, membudidayakan ikan-ikan, berkebun dan berbagai aktivitas lainnya.

Daerah aliran sungai (DAS) dalam artian pada daerah keseluruhan sungai yang menjadi alur utama. DAS merupakan padanan istilah drainage area, drainage basin, atau river basin dalam bahasa inggris, atau stroom gebied dalam bahasa belanda. Daerah tadahan merupakan daerah sumber air bagi DAS yang bersangkutan, sedang daerah penyaluran air berguna menyalurkan air turah dari sumber air ke daerah penampungan air, yang berada di sebelah bawah DAS. Dilihat dari segi hidrologi, DAS merupakan suatu kesatuan hidrologi yang bulat atau utuh, DAS menjadi bagian dari sistem darat. Maka hubungan antara DAS dan kimia yaitu dalam pemanfaatan air yang ada dirawa buatan tersebut untuk dijadikan kebutuhan pokok terutama untuk air minum, tapi dalam hal ini air tersebut harus diteliti terlebih dahulu apakah air tersebut aman untuk dikonsumsi dengan kata lain meneliti apakah masih terdapat bakteri atau tidak di dalam air tersebut. Penghijauan juga merupakan salah satu tindakan dalam pengelolaan DAS sebagai sumber daya darat.

Penghijauan perlu dikaitkan dengan tindakan-tindakan lain yang gayut (relevant) untuk memperoleh hasil (result) yang memadai. Penghijauan beserta tindakan-tindakan penunjang atau pelengkapnya pada dasarnya bertujuan untuk mengatur atau mengendalikan DAS ke arah yang dikehendaki atau untuk mencegah beralih ke arah yang tidak dikehendaki. Daerah kawasan tangkapan air ini masih layak untuk dipertahankan sebagai habitat berbagai organisme dan dialihkan fungsi untuk meningkatkan manfaatnya.


REFERENSI :

Tim Asisten Praktikum. 2009. Panduan Praktikum Pengetahuan Lingkungan Lahan Basah (PLLB). Banjarbaru, Kalimantan Selatan.



Read more...

Potensi dan Daya Dukung Alam yang Dimiliki Tabanio Sebagai Salah Satu Ekosistem Pesisir Rawa Pesisir di Kalimantan Selatan

Nama : Hasnawiyah Qudsi

NIM : J1C106022

Mata Kuliah : Pengetahuan Lingkungan Lahan Basah

Dosen Mata Kuliah : Drs. Krisdianto, M.Sc


Potensi dan Daya Dukung Alam yang dimiliki Tabanio Sebagai Salah Satu Ekosistem Pesisir Rawa Pesisir di Kalimantan Selatan


Desa Tabanio merupakan suatu desa di Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Tabanio merupakan sebuah wilayah yang merupakan batas antara ekosistem darat dan lautan. Tabanio merupakan kawasan yang memiliki pantai, hutan mangrove dan persawahan pasang surut yang merupakan rona alam yang membentang dari garis pantai menuju daratan.

Sekilas Tabanio hanyalah sekadar desa yang dihuni nelayan tradisional. Namun sejarah mencatat, desa ini sempat menjadi bandar besar di masa kemelut politik Kesultanan Banjar pada tahun 1753-1785. Bahkan, R Ringholm, seorang Residen Belanda di Banjarmasin pada tahun 1757, mengatakan bandar ini sebagai sarang penyeludupan terbesar di Kalimantan. Lokasinya memang strategis karena menjadi kunci masuk menuju Banjarmasin dan sejumlah daerah di Kalimantan Selatan. Kala itu desa ini juga disebut kawasan berdarah. Banyak nyawa tumpah di desa ini dalam perang perebutan takhta Kesultanan Banjar, hingga akhirnya Tabanio jatuh setelah campur tangan kapal-kapal VOC dari Batavia.

Sebagai kawasan pantai, Tabanio memiliki keadaan yang hampir sama dengan kawasan lainnya di kalimantan selatan seperti pantai Takisung, Batakan, maupun Pagatan Kecil, karena mereka memang terletak di satu garis pantai. Memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi, kondisi sekitar pantai kotor karena kurangnya pelestarian di kawasan tersebut. Mungkin hal inilah yang menyebabkan kenapa jarangnya orang berkunjung ke kawasan tersebut.



Gambar 1. Daerah Pesisir Pantai Tabanio


Vegetasi daerah pantai Tabanio, selain ditumbuhi oleh tumbuhan khas pantai seperti pohon kelapa, sedikit menjorok ke dalam maka akan ditemukan kumpulan komunitas tumbuhan yang biasa ada di kawasan Rawa, baik itu dari jenis pohon, perdu maupun rumput-rumputan. Adapun vegetasi yang mendominasi seperti tumbuhan kirinyu, karamunting, pandan-pandanan, crotalaria, terong-terongan, tapak liman, dan masih banyak lagi, dan umumnya di dominasi oleh tumbuhan dari jenis rumput-rumputan.

Di kawasan Tabanio sebelum terjadinya abrasi di sepanjang pantai yang menyebabkan setiap 1 tahun sekali kemungkinan berkurangnya sekitar 5 meter (berdasarkan narasumber), terjadi pengurangan vegetasi seperti pohon kelapa, menurut nara sumber juga, kawasan pantai Tabanio sekarang jika dibandingkan dengan kawasan pantai Tabanio dulu, maka kawasan yang lebih bagus adalah keadaan pantai yang dulu, dimana masih banyak terdapat pohon yang tumbuh seperti pohon kelapa, mangga, dan lain sebagainya.

Agar suatu kawasan pantai terjaga keasriannya maka ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendukung potensi sumber daya alam, seperti : pembuatan siring untuk mengurangi daya hantar ombak, penanaman tumbuhan yang dapat menahan daya serap air seperti tumbuhan bakau, selain itu perlu juga diadakan seminar terhadap masyarakat untuk menyadarkan mereka betapa pentingnya kawasan yang mereka diami tersebut.

Daerah pantai Tabanio sama halnya dengan kawasan pantai lainnya seperti halnya pantai Takisung dan Batakan merupakan daerah pantai yang siklus hidrologinya menggunakan proses evaporasi, penguapan langsung terjadi di daerah tersebut, kemudian air yang menguap tadi jatuh sebagai presipitasi dalam berbentuk hujan. Air yang ada dilaut, didaratan, disungai, di tanaman, dan sebagainya mengalami penguapan menjadi uap gas akibat panas matahari. Kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air selanjutnya akan turun (presipitasi) dalam bentuk hujan. Hujan yang turun dipermukaan daratan, kemudian airnya ada yang akan terserap kedalam tanah, menggenangi rawa atau danau dan mengaliri melalui sungai-sungai menuju laut kembali.

Di kawasan Tabanio yang merupakan daerah pantai, disana terdapat adanya sumber salinitas karena salinitas merupakan larutan garam yang terkandung dalam air/fluida yang dapat mempengaruhi kualitas air. Air dengan larutan garam yang tinggi akan tidak baik untuk sistem irigasi ataupun kebutuhan air bersih masyarakat. Namun, untuk sejumlah garam didalam air ada angka-angka yang masih dapat dijalan untuk berbagai macam keperluan. Persoalan salinitasi itu akan timbul jika jumlah garam yang ada melebihi dari yang diijinkan tanpa ada usaha untuk mencegah akumulasi garam tersebut. Efek salinitas berpengaruh terhadap kesehatan manusia, tanaman dan tanah. Penurunan kualitas dan potabilitas air yang berdampak pada kesehatan dan aktifitas manusia. Adapun masyarakat yang mempunyai resiko lebih besar adalah masyarakat yang bermukim di daerah pantai, seperti halnya penduduk di kawasan Tabanio.

Dari hasil observasi yang telah dilakukan terhadap parameter abiotik dan biotik yang dilakukan di dua kawasan di daerah pesisir pantai dan daerah dataran pantai Tabanio diperoleh hasil bahwa untuk daerah pesisir pantai, untuk parameter abiotik, pH air 5,2 dan pH tanah 8, ini menandakan di kawasan tersebut memiliki kondisi air yang bersifat masam dengan kondisi tanah basa. Ini dimungkinkan karena pengaruh salinitas yang tinggi dari perairan di Tabanio, ini juga terlihat dari kekeruhan yang mencapai angka 12,5, menyebabkan pantai tersebut memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi.

Selain dari pengukuran yang dilakukan kita juga dapat melihat sekilas, bahwa dikawasan tersebut memang keruh ditambah dengan adanya sampah yang berserakan. Selain itu hal ini juga dapat dijadikan penanda apakah kawasan pantai tersebut tercemar atau tidak.

Faktor abiotik yang lain yaitu, kelembaban, dimana dari hasil pengamatan didapatkan kelembaban di kawasan pantai Tabanio sebesar 100%, ini menandakan bahwa di kawasan tersebut memiliki tingkat kelembaban yang tinggi. Untuk pengamatan suhu di kawasan pantai Tabanio memiliki suhu yang berkisar dari 25-29 0C.

Sedangkan di daerah dataran pantai Tabanio dipeoleh hasil dari pengamatan dengan parameter abiotik yaitu pH tanah yang mancapai 6,1 hal membuktikan bahwa kondisi tanah di daerah dataran Tabanio bersifat asam. Faktor biotik di daerah dataran Tabanio yaitu, kelembaban 59% dan suhu yang mencapai 26-270C.

Karena sebagian besar masyarakat di kawasan Tabanio bermata pencaharian sebagai nelayan, maka para nelayan akan sangat bergantung terhadap laut. Banyak nelayan menghabiskan waktu di laut bahkan sampai berhari-hari. Para nelayan juga bergantung terhadap ombak pasang surut, jika laut sedang pasang maka para nelayan tidak dapat melaut, dan ini berakibat para nelayan menggangur, untuk itu mereka memerlukan mata pencaharian lain, dan untuk itu mereka memerlukan inisiatif lain, dan kita dapat menjadi salh satu motivatornya.


REFERENSI :

Tim Asisten Praktikum. 2009. Panduan Praktikum Pengetahuan Lingkungan Lahan Basah (PLLB). Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Hidayat, Fikria. 2009. Sisa Kejayaan Bandar Tabanio

http://fikria.multiply.com/journal

Diakses Tanggal 16 Juni 2009




Read more...

EKOLOGI HEWAN

>> Friday 17 April 2009

EKOLOGI HEWAN

Judul :Mekanisme Pertahanan Teritori Hewan Betina, Energi yang Dikeluarkan Hewan Jantan Untuk Mempertahankan Teritori, karakter interspesifik dan intra spesifik, dan juga perbedaan Mulerian dan Batesian Coloration

Nama : Hasnawiyah Qudsi

Nim : J1C106022

Dosen Mata Kuliah : Drs. Krisdianto, M.Sc

Mekanisme yang dilakukan hewan betina untuk mempertahankan teritorinya

1. Vokalisasi

Contoh: siamang kerdil betina sering melantunkan suara merdunya untuk menarik hewan jantan, mempertahankan wilayahnya, dan juga dalam kompetisi memperoleh pakan.

1. Dengan melakukan perkawinan dengan hewan jantan

Hewan betina cenderung lemah sehingga dalam mempertahankan teritorinya ia akan berpikir untuk mengawini hewan jantan yang muda dan fit.

Contoh : kucing

2. Dengan bereproduksi

Banyak hewan betina demi mempertahankan teritorinya, dia selalu berperoduksi, dengan begitu dia dapat memperalat hewan jantan untuk mencari pakan.

Contoh: ratu rayap terus bereproduksi menghasilkan telur setiap harinya.

1. Perilaku affiliative

Perilaku yang akan dilakukan suatu hewan betina dengan jalan mempererat ikatan sosial dengan kelompoknya, sehingga hewan dari kelompoknya tidak menggangu, dan jika ada hewan lain yang akan mengganggu maka dia akan meminta bantuan kepada kelompoknya. Contoh : singa.

2. Perilaku aggressive

Perilaku aggressive adalah suatu perilaku yang bersifat mengancam atau menyerang, suatu hewan betina jika sudah terdesak bisa mengancam atau menyerang.

3. Perilaku maternal / mothering

Jika ada yang mengganggu anaknya, maka hewan betina akan berpikir bahwa hewan tersebut telah mengganggu teritorinya dan dia akan melindungi anaknya dengan sangat protektif.

Energi yang besar yang harus dikeluarkan oleh hewan jantan sebagai penentu suatu teritori yang berkualitas

Jika suatu hewan, umumnya hewan jantan, sudah merasa nyaman dengan territory yang dimilikinya, maka selanjutnya ia akan menjadikan itu sebagai home rangenya, apalagi jika kualitas teritorinya besar (akses hidup mudah dijangkau di dalam teritori, mencakup kemudahan mencari pakan dan ruang yang luas). Karena tingginya kualitas yang dimiliki maka banyak hewan lain yang mulai mengincar dan ingin menjadikan kawasan home rangenya. Untuk itu hewan jantan yang merasa dia memiliki territory tersebut akan mempertahankannya dengan kemampuan yang optimal dan energi yang besar. Teknik pertahanan diri yang dilakukan hewan jantan pun bermacam-macam, dengan persaingan, kompetisi, berkelahi, mencakar, mengeluarkan kandungan kimia beracun dari dalam tubuh dan berbagai macam cara lainnya yang bisa dilakukan. Seperti pepatah mengatakan “hasil yang bagus memerlukan pengorbanan besar”.

Proses berlangsungnya kemampuan dalam mengubah warna (biocoloration) sesuai dengan karakter interspesific dan intra specific

Karakter interspesifik adalah suatu karakter yang segala sesuatunya berkaitan dengan keadaan di luar lingkungan suatu spesies, kaitan antara spesies yang berbeda, artinya adalah karakter ini dikeluarkan oleh suatu hewan ketika hewan tersebut ingin menghindari musuhnya. Contohnya saja seperti perilaku Penyamaran yang merupakan kombinasi dari morfologi yang dimilikinya, seperti warna, struktur dan perilaku untuk menyamar menjadi daun, ranting, kayu, organisme atau bentuk-bentuk lainnya, sehingga musuh alaminya tidak mengetahui keberadaannya dengan mengandalkan lingkungan sekitarnya. Contohnya seperti : bunglon, jika dia berada di daun dia akan berubah hijau, jika berada di tanah dia akan berwarna coklat.

Sedangkan untuk karakter intraspesifik, adalah suatu karakter yang ada di diri hewan tersebut yang khusus digunakan oleh individu dalam satu jenis, dengan kata lain karakter intraspesifik dilakukan suatu hewan untuk menarik lawan jenisnya, contohnya saja seperti : perilaku mimikri agresif, Kunang-kunang jantan dan betina saling tertarik dengan cahaya kelap-kelipnya, pola kelap-kelip ini berbeda untuk setiap spesies. Tetapi ada suatu spesies kunang-kunang betina yang dapat meniru kelap-kelip spesies yang lain, bila jantan spesies yang lain itu datang akan dimakan.

Perbedaan, tujuan, manfaat, dan contoh hewan dari fenomena mulerian dan batesian coloration

Mulerian coloration dan juga batesian coloration adalah suatu fenomena mimikri, yaitu suatu bentuk pertahanan yang biasanya dilakukan oleh suatu hewan dengan mengubah bentuk dan warna dirinya yang ingin dijauhi maupun yang ingin dihindari, sehingga organisme lain (predatornya) tidak memakannya.

Mulerian dan juga batesian berbeda, karena mimikri mulerian adalah mimikri yang dilakukan oleh suatu hewan yang dapat dimakan, sehingga supaya dirinya tidak dimakan maka dia akan menyerupai hewan yang tidak enak dimakan, contohnya seperti: kupu-kupu pangeran tidak mengandung racun dalam tubuhnya dan enak dimakan seperti roti bakar, sangat mirip dengan kupu-kupu raja yang mempunyai racun dalam tubuhnya. Tujuan dari mimikri mulerian ini adalah untuk menghindari pemangsa dengan manfaat sebagai mekanisme pertahanan diri.

Sedangkan batesian adalah suatu mimikri yang dikeluarkan oleh suatu hewan yang tidak berbahaya untuk menyerupai hewan yang berbahaya, contohnya seperti ular AS yang memiliki sifat tidak berbahaya, dia akan menyerupai warna ular tanah yang berbisa. Tujuan dari mimikri batesian ini adalah untuk menghindari pemangsa, dimana manfaatnya adalah sebagai pertahanan diri.

REFERENSI:

Sudarjanto. 2009. Kami Perlu Hutan Kalimantan

http://sudarjanto.multiply.com/journal

Diakses Tanggal 16 April 2009

Anonim1. 2008. Koloni Rayap dan Sistem Pertahanan Kimiawi

http://www.bluefame.com/index.php?showtopic=158943

Diakses Tanggal 16 April 2009

Anonim2. 2009. Perilaku Makan dan Minum

http://dares-perilakuhewan.blog.com/1281456/.

Diakses Tanggal 16 April 2009


Read more...

Sedikit Tentang Lahan Tidur yang ada di Sekitar Desa Tungkaran

>> Wednesday 11 March 2009

Sebelum mencapai lokasi yang dimaksud, saya melihat banyak sekali areal kolam ikan.
Pembuatan kolam besar-besaran di sepanjang saluran irigasi di Desa Tungkaran, Martapura, Kabupaten Banjar berdampak pada areal lahan pertanian. Sejak tiga tahun terakhir, para pemilik lahan persawahan di Desa Tungkaran dan sekitarnya seperti Sungai Sipai, Pesayangan dan Kampung Keramat tak bisa bertani. R
atusan hektare lahan pertanian pun menganggur. (Anonim1, 2008).


Aliran air irigasi yang seharusnya dipergunakan untuk lahan pertanian justru masuk dulu ke kolam-kolam ikan. Sisa limbah kolam ikan itu dibuang dan masuk ke areal persawahan warga, yang berada di belakang atau di sekitar areal kolam ikan. Bahkan air sisa kolam itu jumlahnya melimpah sehingga sepanjang tahun lahan pertanian di sana tak bisa ditanami. (Anonim1, 2008).


Desa Tungkaran, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar terletak pada koordinat S 3 37` 22.8`` dan E 114 42` 09.2`` ternyata memiliki banyak sekali Lahan Rawa, sejauh mata memandang terlihat hamparan padang hijau yang tak lain adalah hamparan eceng gondok, selain eceng gondok tanaman lain yang juga tumbuh adalah seperti purun tikus, kelakai, dan lai sebagainya yang tidak diketahui namanya.

Lahan rawa sendiri memiliki beberapa pengertian yang coba dijelaskan oleh beberapa ahli, seperti:

Menurut Widjaya Adhi (1992) dan Subagyo (1997) dan Menurut PP No. 27 Tahun 1991 sebagai berikut:

  1. Lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan di antara daratan dan sistem perairan. Lahan ini sepanjang tahun atau selama waktu yang panjang dalam setahun selalu jenuh air (waterlogged) atau tergenang. Menurut Widjaya Adhi (1992) dan Subagyo (1997)
  2. Menurut PP No. 27 Tahun 1991 yang dinamakan lahan rawa adalah genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat dan mempunyai cici-ciri khusus baik fisik, kimiawi maupun biologis. Penjelasan lebih lanjut dalam Kep.Men PU No 64 /PRT/1993 menerangkan bahwa lahan rawa dibedakan menjadi : (a) rawa pasang surut / rawa pantai dan (b) rawa non pasang surut / rawa pedalaman (Anonim5. 2006).

Di bawah ini 3 tingkatan vegetasi yang bersifat dominan di lahan rawa Desa Tungkaran, yaitu:


1. Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan nama Tumpe.[1] Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil.[2] Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya (Anonim2, 2009).

Eceng gondok ini dapat dimanfaatkan menjadi kegiatan yang dapat menghasilkan rupiah, misalnya seperti tas tangan, topi, maupun kursi seperti di kota maju pada umumnya, tetapi kurangnya tenaga ahli menjadi faktor penentunya.



2. Purun tikus atau nama ilmiahnya Eleocharis dulcis yang kalau dalam ilmu taksonomi digolongkan cyperaceae merupakan tumbuhan khas lahan rawa. Tanaman air ini banyak ditemui pada tanah sulfat masam dengan tipe tanah lempung atau humus. Biasanya kita dapat menjumpainya pada daerah terbuka atau tanah bekas kebakaran. Batang tegak, tidak bercabang, warna abu-abu hingga hijau mengkilat dengan panjang 50-200 cm dan ketebalan 2-8 mm. Sedangkan daun mengecil sampai ke bagian basal, pelepah tipis seperti membran, ujungnya asimetris, berwarna cokelat kemerahan (Anonim4, 2009). Tanaman purun tikus ini dapat dikatakan bersifat spesifik lahan sulfat masam, karena sifatnya yang tahan terhadap kemasaman tinggi (pH 2,5-3,5). Oleh sebab hal tersebut, tumbuhan ini dapat dijadikan vegetasi indikator untuk tanah sulfat masam (Noor, 2004) (Anonim4, 2009).

3. Kalakai ternyata dapat menunda proses penuaan manusia. Berdasarkan studi empirik, diketahui bahwa Kalakai dipergunakan oleh masyarakat suku Dayak Kenyah untuk mengobati anemia, pereda demam, mengobati sakit kulit, serta sebagai obat awet muda. Dari serangkaian penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kalakai mengandung zat bioaktif yang bersifat seperti anti oksidan seperti vitamin C, vitamin A, dan flavonoid. Zat bioaktif tersebut bekerja secara sinergis dengan makanisme antara lain dengan mengikat ion logam, radikal hidroksin dan oksigen singlet sebagai penghambat penuaan. (nur/dari berbagai sumber) (Anonim3, 2009).


Kemungkinan Vegetasi Tumbuhan lain yang tumbuh selain ketiga tumbuhan di atas adalah: rumput bulu babi (Eleocharis retroflata), perupuk (Phragmites karka), rumput bundung (Scirpus grosus), rumput purun kudung (Lepironea articulata), banta (Leersia hexandra) dan kumpai bura-bura (Panicum refens).

Dari pengamatan yang dilakukan ternyata lahan rawa di Desa Tungkaran juga dijadikan warga sebagai tempat untuk membuang sampah, apakah harus seperti itu? Ini yang harus dipermasalahkan???

Selain banyaknya vegetasi tumbuhan yang hidup di habitat lahan rawa, hewan pun dapat hidup di dalamnya seperti ikan


DAFTAR PUSTAKA :


Anonim1. 2008. Sawah teraliri sisa buangan kolam

http://klipinglainnya.blogspot.com/2008/06/kelembaban-udara-menurun.html

Diakses Tanggal 10 Maret 2009


Anonim2. 2009. Eceng Gondok

http://id.wikipedia.org/wiki/eceng_gondok

Diakses Tanggal 10 Maret 2009


Anonim3. 2009. Tumbuhan Kalakai

http://www.radarsampit.com/tumbuhan_kalakai

Diakses Tanggal 10 Maret 2009


Anonim4. 2009. Peluang dan Harapan dari Purun Tikus

http://anangfmipaview.wordpress.com/purun-tikus

Diakses Tanggal 10 Maret 2009

Anonim5. 2006. Lahan Basah

http://www.delineationsplus.com/articles.cfm?id=5 (12/Jan/ 2006).

Diakses Tanggal 10 Maret 2009


Asikin, Syaiful. 2008. Keanekaragaman Serangga Musuh Alami di Lahan Rawa

http://syaifulasikin.blogspot.com/2008/03/makalah-keanekaragaman-mush-alami.html

Diakses Tanggal 10 Maret 2009






Read more...

About this Blog

Seguidores

    © Inspirasi Qudsi. Friends Forever Template by Emporium Digital 2009

Back to TOP